Kesembilan PILAR-PILAR IBADAH DALAM ISLAM Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas Ahlus Sunnah wal Jama'ah sepakat bahwa manusia diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk beribadah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya serta meneladani Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka, setiap Muslim dan Muslimah harus mengetahui hakikat ibadah yang sebenarnya agar amalan yang
Jakarta, NU Online Semua pasangan suami istri tentu mendambakan kehidupan rumah tangga yang harmonis. Namun, kehidupan rumah tangga pada nyatanya sangat dinamis. Perbedaan pandangan, diskusi, hingga perdebatan kecil kerap mengisi hari-hari dalam berumah tangga. Bahkan pertikaian besar juga bisa terjadi seolah-olah menjerumuskan pasangan ini ke perceraian. Penyebabnya pun banyak, karena kesulitan ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan dan lain sebagainya. Wakil Ketua Lembaga Kemaslahatan Keluarga Pengurus Besar Nahdlatul Ulama LKK PBNU, Nyai Nur Rofiah membagikan lima pilar agar perkawinan tetap kokoh dan harmonis. 1. Zawaj atau pasangan Pilar yang pertama adalah Zawaj atau pasangan. Artinya suami dan istri harus saling menyadari bahwa di dalam pernikahan, posisi keduanya adalah pasangan. Keyakinan bahwa suami dan istri dalam perkawinan adalah berpasangan sehingga saling melengkapi dan bisa bekerja sama untuk kemaslahatan. "Jadi tidak ada yang melihat kedudukan istri lebih rendah dari suami dan suami lebih rendah dari istri itu lah yang dimaksud pasangan. Apalagi merendahkan, enggak boleh," tutur Nur Rofiah kepada NU Online, Senin 22/5/2023. 2. Mitsaqan ghalidzan Mitsaqan ghalidzan yang berarti janji yang memegang komitmen perkawinan sebagai janji kokoh antara keduanya dengan Allah swt. 3. Mu’asyarah bil Ma’ruf Mu’asyarah bil Ma’ruf atau saling memperlakukan pasangannya dengan baik. Ikatan perkawinan tentunya juga harus dipelihara oleh pasutri dengan cara saling memperlakukan pasangannya dengan baik dan patut. Ada tiga hal yang perlu dipraktikkan untuk mencapai mu’asyarah bil ma’ruf yaitu halalan, thoyyiban, dan ma’rufan. 4. Musyawarah Pengelolaan rumah tangga terutama jika menghadapi persoalan atau problematika hendaknya harus diselesaikan bersama. "Jadi, berlatih untuk musyawarah," jelasnya. 5. Taradhin atau saling ridha Suami dan istri saling menjaga kerelaan pasangannya dalam setiap tindakan. Ridha Allah swt pada suami istri tetap tergantung pada keduanya. Artinya, Ridha Allah swt hanya dalam kebaikan bersama. Menurut Nyai Rofiah dalam Islam orang berkeluarga tujuan tak lain untuk menenangkan jiwa supaya bisa kembali kepada Allah swt sebagai jiwa yang tenang. Mengenai caranya silakan musyawarahkan, gunakan akal budi, tapi apa pun tindakan dalam perkawinan itu jangan sampai memperdayai tujuan utamanya yakni ketenangan jiwa. "Jiwa itu tenang kalau tindakan kita berdampak maslahah bagi diri sendiri sekaligus pihak lain. Hanya itu," ujarnya. "Dan komitmenya jangan hanya pada pasangan nanti ada banyak kesempatan kalau pasangan sedang tidak ada. Komitmennya dengan Allah swt biarkan kemanapun pergi selalu dijaga dan diawasi," imbuhnya. Kontributor Suci Amaliyah Editor Fathoni Ahmad
Ada4 pilar perkawinan yang sehat. Pasangan calon pengantin haruslah menyadari dan memahami bahwa, pertama, hubungan perkawinan adalah berpasangan (zawaj). Kedua, perkawinan adalah perjanjian yang kokoh. Ketiga, perkawinan perlu dibangun dengan sikap dan hubungan yang baik. Keempat, perkawinan dikelola dengan prinsip musyawarah.
PILAR pernikahan menjadi hal penting dalam mewujudkan tujuan pernikahan. Merujuk pada ar-Rum [30] 21, manusia secara umum baik laki-laki maupun perempuan mendambakan pasangannya masing-masing agar memperoleh ketentraman sakinah, dengan pondasi rasa dan sikap cinta mawaddah juga kasih rahmah dalam hidupnya. Tujuan tentram tersebut erat kaitannya dengan hal-hal yang bersifat biologis, ekonomi, sosial, keluarga nasab, maupun moral-spiritual din. Namun, di antara beberapa hal tersebut, Alquran dan hadis menganjurkan bahwa din-lah yang harus menjadi tujuan utama pernikahan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Beberapa ayat Al-Quran telah memberi pedoman terkait hal ini. Kandungan dari ayat-ayat tersebut sekaligus menjadi pilar atau pedoman kehidupan berumah tangga. BACA JUGA Untuk Para Pria yang Ingin Menikah Dalam buku Qira’ah Mubādalah, Faqihuddin Abdul Kodir merumuskannya menjadi 5 pilar kehidupan rumah tangga atau 5 pilar pernikahan, sebagai berikut Pilar Pernikahan Mitsaqan Ghalizha Maknanya adalah memahami pernikahan sebagai ikrar yang kuat dan berat. Hal ini terkandung dalam QS An Nisa 21. Pernikahan merupakan kesepakatan kedua belah pihak dan komitmen bersama yang diwujudkan dengan akad nikah. Laki-laki dan perempuan yang telah menjadi pasangan suami istri berarti telah terikat pada perjanjian yang kokoh mītsāqan ghalīzhan. Ikatan tersebut harus dijaga, dipelihara, dan tetap dilestarikan bersama-sama sepanjang kehidupan pernikahan. Pada hakikatnya ikatan dalam pernikahan bukan hanya antara suami dan istri melainkan perjanjian agung antara suami istri dan Allah swt., sehingga pengelolaan rumah tangga haruslah dengan prinsip “berkumpul secara baik-baik atau berpisah secara baik-baik” karena memberikan perlakuan baik kepada suami atau istri merupakan bagian dari ajaran ketakwaan kepada Allah swt. Maknanya adalah berpasangan. Hubungan relasi sepasang suami istri itu adalah saling melengkapi satu sama lain. Artinya, suami dan istri masing-masing adalah separuh bagi yang lain dan sempurna jika antara keduanya saling menyatu dan bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan pernikahan. Hal ini diungkapkan dalam QS Al Baqarah 187, bahwa suami adalah pakaian untuk istri dan istri adalah pakaian untuk suami hunna libāsun lakum wa antum libāsun lahunna. Gambaran tersebut mengingatkan bahwa suami dan istri sebagai pasangan di antaranya harus saling menghangatkan, memelihara, menghiasi, menutupi, menyempurnakan juga memuliakan satu sama lain. BACA JUGA Menikah Itu Menyempurnakan Setengah Agama, Apa Maksudnya? Pilar Pernikahan Mu’asyarah bil ma’ruf Maknanya adalah prinsip pernikahan berdasarkan kesalingan. Prinsip kesalingan antara suami dan istri adalah turunan dari dua pilar sebelumnya. Sikap ini adalah etika paling fundamental dalam relasi antara suami istri. Menumbuhkan prinsip kesalingan dalam rumah tangga akan membantu menjaga dan menghidupkan segala kebaikan yang menjadi tujuan bersama. Disebutkan dalam QS An Nisa ayat 19 “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” QS An Nisa 19 Anjuran berlaku baik terhadap istri dan larangan berlaku sewenang-wenang seperti pemaksaan, mewarisi tubuh, menghalangi dan mengambil harta benda istri sebagaimana kebiasaan masyarakat Arab pra-Islam yang digambarkan dalam ayat tersebut, memberikan pesan universal bahwa seorang laki-laki suami tidak berhak sewenang-wenang terhadap perempuan istri. Begitupun sebaliknya anjuran dan larangan tersebut berlaku untuk perempuan istri terhadap suami. Artinya, para istri dilarang juga melakukan pemaksaan terhadap suami, menghalangi dan merampas hartanya. Baik suami maupun istri harus berperilaku baik terhadap pasangannya. Pilar Pernikahan Musyawarah Maknanya, senantiasa bermusyawarah dengan pasangan. Sikap dan perilaku untuk selalu bermusyawarah atau merembuk dan saling tukar pendapat dalam memutuskan sesuatu dalam rumah tangga adalah hal yang sangat penting. Baik suami ataupun istri hendaknya tidak menjadi pribadi yang otoriter dan selalu memaksakan kehendak pada pasangannya. Segala sesuatu terutama perkara yang menyangkut dengan pasangan dan keluarga, tidak boleh langsung diputuskan sendiri tanpa melibatkan dan meminta pendapat dari pasangan. Pilar untuk saling bermusyawarah ini disinggung dalam QS Al Baqarah 233. Ayat ini membincang tentang penyapihan anak yang harus diputuskan berdasarkan musyawarah antara kedua belah pihak yaitu suami dan istri. Melibatkan, mengajak berbicara dan musyawarah merupakan salah satu bentuk pengakuan dan penghargaan terhadap harga diri dan kemampuan pasangan. Dengan perbedaan sudut pandang yang digunakan dalam melihat suatu masalah oleh pasangan akan menjadikan keputusan sangat matang dengan kesadaran penuh akan manfaat dan akibat yang ditimbulkan dari keputusan tersebut. BACA JUGA Untuk Kamu yang Takut Menikah Pilar Pernikahan Taradhin Artinya saling memberi kenyamanan satu sama lain. Alquran membahasakannya dengan tarādhin min humā yaitu kerelaan dan penerimaan dari dua belah pihak. Kerelaan merupakan penerimaan paling puncak dan menimbulkan kenyamanan yang paripurna. Pasangan suami istri harus menjadikan pilar ini penyangga segala aspek baik itu perilaku, ucapan, sikap dan tindakan sehingga rumah tangga tidak hanya kokoh namun memberikan kebahagiaan dan rasa cinta kasih. Landasannya adalah QS Al Baqarah 233, yakni dalam penyapihan anak saja harus berdasarkan kerelaan antara kedua belah pihak, apalagi untuk hal-hal dalam kehidupan yang lebih mendasar. Sehingga dalam rumah tangga tersebut tercipta kehidupan surgawi yang memberikan ketenangan dan kenyamanan bagi suami dan istri. Lebih lanjut, rumah tangga tersebut menjadi ladang ibadah yang kemudian membuka kebaikan-kebaikan yang begitu banyak dalam kehidupan, karena setiap kebaikan adalah sedekah dan setiap sedekah akan diapresiasi oleh pahala. [] Referensi Qira’ah Mubādalah/Karya Faqihuddin Abdul Kodir/Penerbit IRCiSoD/Tahun 2019
Yaituzawaj (berpasangan), mitsaqan ghalidha (janji yang agung), mu'asyaroh bil ma'ruf (relasi suami istri yang baik), dan prinsip musyawaroh. Keempat pilar tersebut akan membantu untuk menjaga hubungan yang kokoh antar pasangan suami istri dan mewujudkan kehidupan perkawinan yang sakinah mawadah warahmah.
Jakarta - Anda pasti sudah pernah mendengar istilah 'Sometimes Love Just Ain't Enough', kalimat itu ada benarnya. Cinta saja memang tak cukup untuk menjaga keutuhanrumah tangga. Ada beberapa hal lain yang juga harus individuSetiap individu memiliki karakteristik yang unik dan ini akan menjadi salah satu tiang yang menentukan kelanggengan sebuah rumah tangga. Terkadang perbedaankarakter yang terlalu jauh akan menimbulkan berbagai persoalan, misalnya percekcokan. Namun jangan salah, karakter yang sama persis juga bukan merupakankombinasi yang baik. Misalnya jika seseorang yang egois dan keras kepala, memiliki pasangan yang sama keras tentunya tetap menjadi salah satu pilar utama dalam pernikahan. Pernikahan yang didasari pemaksaan tak akan menjadi indah. Cintalah yang akan membuat jalannya pernikahan lebih dan motivasiKematangan suami/istri memang ditentukan oleh faktor usia ketika menikah. Mereka yang menikah terlalu muda, secara psikologis belum matang dan ini akan berpengaruh pada motivasi dalam mempertahankan bahtera rumah tangga. Namun usia tidak identik dengan kematangan seseorang karena bisa saja orang yang sudah cukup umur tetap kurang memperlihatkan kematangan. PartnershipPartnership alias semangat kerja sama di antara suami dan istri. Tanpa adanya partnership, umumnya rumah tangga mudah goyah. Suami Anda juga bisa berperansebagai kakak yang melindungi juga sahabat di waktu sulit. Bekerja sama yang baik dengan orang yang dicintai sekaligus sahabat yang baik, akan membuat beban Anda lebih mudah semua pilar tersebut sama-sama ikut menyangga bangunan rumah tangga agar segala sesuatunya menjadi lebih kokoh dan kuat. Namun dalam realita sering terdapat kepincangan di Anda dan suami harus terus berusaha memperbaiki kepincangan itu bersama, dan mengembalikan posisi pernikahan Anda ke tempat yang 'aman'. kee/fer
Sebagaisalah satu pilar kokohnya sebuah masyarakat, pernikahan dalam Islam tak hanya masalah individu, masyarakatpun memiliki kewajiban untuk memperhatikan masalah ini. Allah SWT berfirman dalam surat an-Nur [24]: 32 yang artinya: "Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (untuk nikah).."
Kuncinya adalah saling keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah tentu menjadi impian dan keinginan dari setiap pasangan Muslim. Namun, untuk bisa mencapainya bukanlah pekerjaan yang mudah. Akan ada banyak PR alias pekerjaan rumah yang perlu dikerjakan oleh pasangan suami istri. Selain itu dibutuhkan juga dasar penyangga untuk bisa mewujudkan hal tersebut. Nantinya, penyangga tersebut harus diterapkan secara bersama-sama agar memberikan rasa adil untuk kedua belah pihak. Berikut ini Popbela sudah siapkan informasi soal dasar atau pilar relasi keluarga bahagia menurut islam yang bisa kamu terapkan dalam kehidupan rumah tanggamu dengan Ikatan janji yang kokohDalam menjaga hubungan tetap kokoh, komitmen adalah satu hal yang penting, terutama dalam pernikahan. Janji suci pernikahan untuk tetap setia dan mau menjaga kestabilan dalam jangka panjang wajib dilakukan oleh setiap pasangan suami istri. Hal ini sudah disebutkan dalam firman Allah SWT وَكَيْفَ تَأْخُذُوْنَهٗ وَقَدْ اَفْضٰى بَعْضُكُمْ اِلٰى بَعْضٍ وَّاَخَذْنَ مِنْكُمْ مِّيْثَاقًا غَلِيْظًا “Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain sebagai suami-istri. Dan mereka istri-istrimu telah mengambil perjanjian yang kuat ikatan pernikahan dari kamu.” [ An-Nisa21] Dengan mempertahankan satu komitmen yang kuat, setiap pasangan suami istri bisa lebih tenang menjalani kehidupan rumah tangga dan tentunya lebih Saling berpasanganPilar relasi keluarga bahagia yang satu ini berlandaskan pada ayat Al-Quran berikut فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُۙ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَۙ ”Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kamu berpikir.” [ Ar-Rum21] Ayat tersebut menggambarkan bahwa kehidupan suami istri bisa terasa lebih tentram jika dilandasi rasa kasih sayang dan saling berpasangan. Selain itu, pilar ini juga diperkuat juga dengan surat Al-Baqarah ayat 187 yang mengibaratkan suami sebagai pakaian bagi istri, dan istri pun sebaliknya. Dengan tujuan kedua pasangan saling melengkapi dan menguatkan satu sama Sama-sama memperlakukan pasangan dengan baik4. Selalu bermusyawarah bersama5. Saling rela
Dalamkonsep keluarga sakinah terdapat lima pilar perkawinan, yang kapan saja bisa runtuh akibat adanya kekerasan seksual dalam rumah tangga. Kelimanya adalah mitsaqan ghalida (ikatan janji kokoh), zawaj (kesalingan), mu'asyarah bil ma'ruf (perlakuan baik pada pasangan), masyawarah (diskusi), dan taradhin (saling meridhai).
Oleh Gusti Hijrah Syahputra Program bimbingan perkawinan dalam mewujudkan keluarga yang sakinah di KUA Kecamatan Pontianak Barat, Kota Pontianak, merupakan hal relatif baru. Ini sebagai upaya untuk memberikan solusi alternatif bagi maraknya kekerasan dalam rumah tangga KDRT, perceraian, dan permasalahan di lingkup keluarga. Sepanjang penelusuran penulis, program bimbingan perkawinan ini merupakan wujud nyata kesungguhan Kementerian Agama dalam memastikan pembangunan bangsa melalui keharmonisan perkawinan yang ideal, mencakup penyediaan sumber daya dan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam 2018. Program bimbingan perkawinan adalah bimbingan yang diberikan kepada calon pengantin yang berikan sebagai bekal sebelum memasuki perkawinan dan juga tujuannya adalah untuk memberikan bekal kepada calon pengantin dan untuk menekan angka perceraian. Istilah bimbingan perkawinan ini muncul sejak tahun 2017 yang sebelumnya dikenal dengan istilah suscatin kursus calon pengantin. Untuk mencapai maksud tersebut, beberapa kebijakan baru terkait penyelenggaraan bimbingan perkawinan bagi calon pengantin tengah dirumuskan oleh kementerian agama. Kebijakan tersebut meliputi regulasi, alokasi anggaran, pengorganisasian, serta materi dan metode pembelajarannya. Kamarudin Amin 2021. Mempersiapkan Keluarga Sakinah Masyarakat indonesia mempunyai istilah yang beragam terkait dengan keluarga yang ideal. Ada yang menggunakan istilah keluarga sakinah, keluarga sakinah mawaddah wa rahmah keluarga samara, keluarga maslahah, keluarga sejahtera, dan lain-lain. Semua konsep keluarga ideal dengan nama yang berbeda ini sama-sama mensyaratkan terpenuhinya kebutuhan bathiniyah dan lahiriyah dengan baik. Subdit Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA & Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam Kemenag RI, 2017 12. Islam mengajarkan bahwa berkeluarga adalah salah satu sarana menjaga martabat dan kehormatan manusia. Karena itu, Islam menolak praktik-praktik berkeluarga yang menistakan martabat manusia sebagaimana dijalankan oleh masyarakat Arab pra-islam. Misalnya, menuntut ketaatan mutlak istri, memperlakukan istri dan anak perempuan seperti budak termasuk budak seksual, dan perilaku kekerasan dalam rumah tangga KDRT. Subdit Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA & Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam Kemenag RI, 2017 1. Maka dari itu mempersiapkan keluarga sakinah sangtlah penting bagi calon pengantin karena sebelum mereka memasuki bahtera rumah tangga mereka harus tahu bagaimana menyikapi atau menciptakan keluarga yang ideal. Seperti memperkecil fenomena kekerasan dalam rumah tangga KDRT, dan menekan angka perceraian yang semakin tinggi. Membangun Hubungan dalam Keluarga Membangun hubungan dalam keluarga adalah mengatur hubungan antara suami dengan istri, orang tua dengan anak dalam rangka membentuk kesatuan ikatan sosial yang harmonis. Yaljan, 2007 149. Sebagaimana perjalanan hidup manusia pada umumnya, kehidupan dalam perkawinan juga akan senantiasa mengalami perubahan dan pasang surut. Sebagian perkawinan berubah menjadi tak harmonis karena pasangan suami istri tidak siap menjalani perannya dalam perkawinan. Atau, sebagian kehidupan rumah tangga berantakan karena pasangan suami istri tidak siap dengan berbagai tantangan yang datang silih berganti. Agar kehidupan rumah tangga tetap sehat, harmonis, dan mampu menghadapi beragam tantangan dan persoalan hidup, perkawinan harus ditopang oleh pilar-pilar yang Ada 4 pilar perkawinan yang Pasangan calon pengantin haruslah menyadari dan memahami bahwa, pertama, hubungan perkawinan adalah berpasangan zawaj. Kedua, perkawinan adalah perjanjian yang kokoh. Ketiga, perkawinan perlu dibangun dengan sikap dan hubungan yang baik. Keempat, perkawinan dikelola dengan prinsip musyawarah. Keempat pilar ini yang akan membantu menjaga hubungan yang kokoh antara pasangan suami istri dan mewujudkan kehidupan perkawinan yang sakinah mawaddah wa rahmah. Subdit Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA & Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam Kemenag RI, 2017 41-42. Karena didalam perkawinan tidak lepas dari konflik dan persoalan maka di dalam bimbingan perkawinan juga diarahkan bagaimana pasangan suami istri perlu belajar bagaimana menyelesaikan masalah dan perbedaan diantara mereka. Menjaga Kesehatan Reproduksi Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sehat mental, fisik dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan serta dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang layak, bertakwa pada tuhan yang Maha Esa, spiritual memiliki hubungan yang serasi, selaras, seimbang antara anggota keluarga dan antara anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. BKKBN, 1996 Menjaga kesehatan reproduksi dalam keluarga memang hal yang sangat penting dan harus benar-benar diperhatikan. Materi ini diberikan kepada calon pengantin ditujukan juga agar mereka mengetahui cara menjaga kesehatan organ reproduksi, membahas juga tentang dampak dan fungsi organ reproduksi dan juga bagaimana mereka bisa mengatur jarak antara anak yang pertama dan kedua dan seterusnya. Selain itu, juga penting untuk mempersiapkan generasi berkualitas. Generasi berkualitas berarti generasi yang memiliki mutu yang baik. Membangun generasi berkualitas perlu dibangun sebelum anak lahir. Ada banyak aspek yang perlu direncanakan dan dipertimbangkan sebelum memiliki anak kesiapan fisik, mental, emosional, ekonomi dan akibat-akibat yang akan terjadi setelah memiliki anak. Setiap calon pengantin perlu paham bahwa jika ada anak, akan ada banyak perubahan dalam kehidupan Bahkan, perubahan ini akan dimulai sejak istri sudah hamil. Pada umumnya, pasangan yang sudah benar- benar siap akan berusaha menjaga agar tumbuh kembang pada anaknya selalu berkualitas dan optimal. Upaya pemateri dalam  memberikan  kepahaman  untuk  mempersiapkan  generasi  berkualitas melalui program bimbingan perkawinan.** Penulis adalah Perencana Ahli Muda pada Kantor wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat. Oleh Gusti Hijrah Syahputra Program bimbingan perkawinan dalam mewujudkan keluarga yang sakinah di KUA Kecamatan Pontianak Barat, Kota Pontianak, merupakan hal relatif baru. Ini sebagai upaya untuk memberikan solusi alternatif bagi maraknya kekerasan dalam rumah tangga KDRT, perceraian, dan permasalahan di lingkup keluarga. Sepanjang penelusuran penulis, program bimbingan perkawinan ini merupakan wujud nyata kesungguhan Kementerian Agama dalam memastikan pembangunan bangsa melalui keharmonisan perkawinan yang ideal, mencakup penyediaan sumber daya dan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam 2018. Program bimbingan perkawinan adalah bimbingan yang diberikan kepada calon pengantin yang berikan sebagai bekal sebelum memasuki perkawinan dan juga tujuannya adalah untuk memberikan bekal kepada calon pengantin dan untuk menekan angka perceraian. Istilah bimbingan perkawinan ini muncul sejak tahun 2017 yang sebelumnya dikenal dengan istilah suscatin kursus calon pengantin. Untuk mencapai maksud tersebut, beberapa kebijakan baru terkait penyelenggaraan bimbingan perkawinan bagi calon pengantin tengah dirumuskan oleh kementerian agama. Kebijakan tersebut meliputi regulasi, alokasi anggaran, pengorganisasian, serta materi dan metode pembelajarannya. Kamarudin Amin 2021. Mempersiapkan Keluarga Sakinah Masyarakat indonesia mempunyai istilah yang beragam terkait dengan keluarga yang ideal. Ada yang menggunakan istilah keluarga sakinah, keluarga sakinah mawaddah wa rahmah keluarga samara, keluarga maslahah, keluarga sejahtera, dan lain-lain. Semua konsep keluarga ideal dengan nama yang berbeda ini sama-sama mensyaratkan terpenuhinya kebutuhan bathiniyah dan lahiriyah dengan baik. Subdit Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA & Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam Kemenag RI, 2017 12. Islam mengajarkan bahwa berkeluarga adalah salah satu sarana menjaga martabat dan kehormatan manusia. Karena itu, Islam menolak praktik-praktik berkeluarga yang menistakan martabat manusia sebagaimana dijalankan oleh masyarakat Arab pra-islam. Misalnya, menuntut ketaatan mutlak istri, memperlakukan istri dan anak perempuan seperti budak termasuk budak seksual, dan perilaku kekerasan dalam rumah tangga KDRT. Subdit Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA & Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam Kemenag RI, 2017 1. Maka dari itu mempersiapkan keluarga sakinah sangtlah penting bagi calon pengantin karena sebelum mereka memasuki bahtera rumah tangga mereka harus tahu bagaimana menyikapi atau menciptakan keluarga yang ideal. Seperti memperkecil fenomena kekerasan dalam rumah tangga KDRT, dan menekan angka perceraian yang semakin tinggi. Membangun Hubungan dalam Keluarga Membangun hubungan dalam keluarga adalah mengatur hubungan antara suami dengan istri, orang tua dengan anak dalam rangka membentuk kesatuan ikatan sosial yang harmonis. Yaljan, 2007 149. Sebagaimana perjalanan hidup manusia pada umumnya, kehidupan dalam perkawinan juga akan senantiasa mengalami perubahan dan pasang surut. Sebagian perkawinan berubah menjadi tak harmonis karena pasangan suami istri tidak siap menjalani perannya dalam perkawinan. Atau, sebagian kehidupan rumah tangga berantakan karena pasangan suami istri tidak siap dengan berbagai tantangan yang datang silih berganti. Agar kehidupan rumah tangga tetap sehat, harmonis, dan mampu menghadapi beragam tantangan dan persoalan hidup, perkawinan harus ditopang oleh pilar-pilar yang Ada 4 pilar perkawinan yang Pasangan calon pengantin haruslah menyadari dan memahami bahwa, pertama, hubungan perkawinan adalah berpasangan zawaj. Kedua, perkawinan adalah perjanjian yang kokoh. Ketiga, perkawinan perlu dibangun dengan sikap dan hubungan yang baik. Keempat, perkawinan dikelola dengan prinsip musyawarah. Keempat pilar ini yang akan membantu menjaga hubungan yang kokoh antara pasangan suami istri dan mewujudkan kehidupan perkawinan yang sakinah mawaddah wa rahmah. Subdit Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA & Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam Kemenag RI, 2017 41-42. Karena didalam perkawinan tidak lepas dari konflik dan persoalan maka di dalam bimbingan perkawinan juga diarahkan bagaimana pasangan suami istri perlu belajar bagaimana menyelesaikan masalah dan perbedaan diantara mereka. Menjaga Kesehatan Reproduksi Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sehat mental, fisik dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan serta dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang layak, bertakwa pada tuhan yang Maha Esa, spiritual memiliki hubungan yang serasi, selaras, seimbang antara anggota keluarga dan antara anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. BKKBN, 1996 Menjaga kesehatan reproduksi dalam keluarga memang hal yang sangat penting dan harus benar-benar diperhatikan. Materi ini diberikan kepada calon pengantin ditujukan juga agar mereka mengetahui cara menjaga kesehatan organ reproduksi, membahas juga tentang dampak dan fungsi organ reproduksi dan juga bagaimana mereka bisa mengatur jarak antara anak yang pertama dan kedua dan seterusnya. Selain itu, juga penting untuk mempersiapkan generasi berkualitas. Generasi berkualitas berarti generasi yang memiliki mutu yang baik. Membangun generasi berkualitas perlu dibangun sebelum anak lahir. Ada banyak aspek yang perlu direncanakan dan dipertimbangkan sebelum memiliki anak kesiapan fisik, mental, emosional, ekonomi dan akibat-akibat yang akan terjadi setelah memiliki anak. Setiap calon pengantin perlu paham bahwa jika ada anak, akan ada banyak perubahan dalam kehidupan Bahkan, perubahan ini akan dimulai sejak istri sudah hamil. Pada umumnya, pasangan yang sudah benar- benar siap akan berusaha menjaga agar tumbuh kembang pada anaknya selalu berkualitas dan optimal. Upaya pemateri dalam  memberikan  kepahaman  untuk  mempersiapkan  generasi  berkualitas melalui program bimbingan perkawinan.** Penulis adalah Perencana Ahli Muda pada Kantor wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat.
Tujuanini memerlukan empat pilar kokoh yang dirumuskan oleh pakar hukum Islam Faqihuddin Abdul Kodir sebagai berikut: suami dan istri mesti sama-sama meyakini perkawinan sebagai janji kokoh (an
Jakarta, NU Online Dalam konsep keluarga sakinah terdapat lima pilar perkawinan, yang kapan saja bisa runtuh akibat adanya kekerasan seksual dalam rumah tangga. Kelimanya adalah mitsaqan ghalida ikatan janji kokoh, zawaj kesalingan, mu’asyarah bil ma’ruf perlakuan baik pada pasangan, masyawarah diskusi, dan taradhin saling meridhai. Hal itu disampaikan Nya Hj Badriyah Fayumi dalam Seminar dan Lokakarya bertajuk Penghapusaan Kekerasan Seksual dalam Perspektif Keluarga Nahdlatul Ulama. Acara diadakan bersama Lembaga Kemaslahatan Keluarga LKK Pengurus Besar Nahdlatul Ulama NU secara daring, Sabtu 28/8/2021. "Semua kekerasan seksual tidak bisa dilepaskan dalam keluarga. Jadi, ketika kita ngomong kekerasan seksual dalam keluarga jangan berpikir hanya sebatas marital rape perkosaan perkawinan. Kalau ditariknya ke situ akan terus memancing penolakan," kata Wakil Ketua LKK PBNU itu. Selama ini, pasal tentang perkosaan dalam perkawinan marital rape oleh sebagian kalangan yang menentang bukanlah suatu tindak pidana. Padahal KS rudapaksa, dijelaskan Ny Badriyah, berdampak sangat fatal bagi keharmonisan rumah tangga. Misalnya, ketika salah satu pasangan suami-istri melakukan kekerasan seksual kepada pihak lain, secara otomatis pilar-pilar dan prinsip dalam perkawinan akan rusak. "Artinya, kelima pilar perkawinan ini bisa runtuh ketika salah satu saja dari anggota keluarga melakukan kekerasan seksual," jelas Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Kota Bekasi ini. Dituturkan, secara filosifis KS merupakan pelanggaran serius terhadap Ketuhanan yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Karena sejatinya semangat pembahasan RUU PKS adalah menghadirkan hak penuh bagi seluruh masyarakat, khususnya perempuan. Rakyat Indonesia harus mendapatkan perlindungan dari ancaman pelaku seksual. Sehingga ketika ada narasi bahwa Rancangan Undang-Undang Pencegahan Kekerasan Seksual RUU PKS bertentangan dengan Pancasila, dapat dipastikan anggapan tersebut salah. "Jadi, perlu kita bangun narasi, justru kalau kita tidak punya RUU ini artinya kita masih kurang Pancasilais. Masa ada korban kekerasan seksual yang bergelimpangan dibiarkan," tutur Wakil Sekrertaris Jenderal MUI Pusat itu. Selanjutnya, ia menyampaikan bahwa kekerasan seksual dalam perspektif keluarga maslahah merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran-ajaran pokok Aswaja An-Nahdliyah, yakni tawassuth moderat, tawazun seimbang, i’tidal adil, dan tasamuh lemah lembut. Sebab, bagaimana pun tindakan itu cenderung ekstrem karena menghilangkan keseimbangan relasi dan hak untuk sama-sama diperlakukan baik. "Dari sini, jelas nilai-nilai NU kita itu sudah sangat bertentangan dengan kekerasan seksual," ujar Ny Badriyah. Ketua PBNU Eman Suryaman mengungkapkan sikap NU sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia, bahkan seluruh dunia memperhatikan betul soal kedudukan perempuan. Hal itu tampak dari hasil Musyawarah Nasional Munas Alim Ulama di Lombok pada 1997 silam, tentang kedudukan perempuan dalam Islam. Keputusan tersebut direkam dalam dokumen Makanah al-Mar’ah fi al-Islam kedudukan perempuan dalam Islam. "Hal ini menunjukkan bahwa NU sangat memberikan ruang pada perempuan untuk berkiprah di berbagai bidang," ungkapnya. Hingga pada Munas NU pada 2019 di Citangkolo, Kota Banjar, lanjutnya, para alim ulama bersepakat untuk segera mengesahkan RUU PKS agar tercipta bentuk payung hukum yang lebih memperhatikan kebutuhan korban pasca mengalami pelecehan seksual. Karena pada dasarnya kekerasan seksual tidak hanya membuat korban terluka secara fisik, tetapi juga psikis. "Munas itu menghasilkan kesepakatan RUU PKS segera disahkan untuk melindungi para korban kekerasan seksual," imbuhnya. Kontributor Syifa Arrahmah Editor Kendi Setiawan
Prinsipprinsip Perkawinan Islami (1) PERKAWINAN atau pernikahan adalah amanah. Islam menegaskan bahwa pernikahan merupakan komitmen yang teguh dan perjanjian kokoh. Agar komitmen atau perjanjian itu tetap menjadi teguh dan kokoh selamanya, Islam menggariskan beberapa prinsip yang harus dijadikan pedoman dalam hubungan suami istri.
Pilar-Pilar Kokoh Penyanggah Keluarga Sakinah Dalam Perspektif Al-Qur’an Oleh Sesungguhnya tujuan dasar disyari’atkannya perkawinan adalah untuk mencari rahmah kasih sayang, baik itu kasih sayang dari pasangannya maupun rahmah dari Allah swt yang tujuan akhirnya adalah untuk mencapai kebahagiaan dan ketenangan hidup sakinah. Dalam upaya mewujudkan kebahagian, ketenteraman, dan ketenangan hidup atau yang dalam al- Qur’an disebut dengan sakinah itu maka harus dirumuskan bagaimana keluarga sakinah itu bisa terwujud. Jika kita telaah secara etimologi Ilmu Bahasa yang mengkaji tentang asal-usul terbentuknya suatu kata, kata sakinah terambil dari akar kata yang terdiri atas tiga huruf yaitu sin, kaf, dan nun yang mengandung makna ketenangan, atau anonim dari guncang dan gerak. Berbagai bentuk kata yang terdiri atas ketiga huruf tersebut semuanya bermuara pada makna ketenangan tersebut. Misalnya, kata rumah dinamai “maskan” karena ia merupakan tempat untuk meraih ketenangan setelah sebelumnya sang penghuni bergerak beraktivitas di luar. Sedangkan menurut Quraish Shihab, sakinah terambil dari akar kata sakana yang berarti diam atau tenangnya sesuatu setelah bergejolak. Pemakaian kata sakinah dalam pembahasan keluarga pada dasarnya diambil dari al- Qur’ān surat ar-Rum 30 21 “litaskunu ilaiha” yang artinya bahwa Allah menciptakan perjodohan bagi manusia agar yang satu merasa tenang terhadap yang lain. Kata sakinah yang digunakan dalam mensifati kata ”keluarga” merupakan tata nilai yang seharusnya menjadi kekuatan penggerak dalam membangun tatanan keluarga yang dapat memberikan kenyamanan dunia sekaligus memberikan jaminan keselamatan di akhirat kelak. Dalam kehidupan suatu rumah tangga seharusnya menjadi tempat yang tenang bagi setiap anggota keluarganya. Ia merupakan tempat kembali kemana pun mereka pergi. Mereka merasa tenang di dalamnya, dan penuh percaya diri ketika berinteraksi dengan keluarga yang lainnya dalam masyarakat. Keluarga sakinah tidak terjadi begitu saja, akan tetapi perlu ditopang oleh pilar-pilar yang kuat yang memerlukan perjuangan dan butuh waktu serta pengorbanan. Suatu keluarga yang sakinah sesungguhnya merupakan subsistem dari sistem sosial social system dan bukan hanya sebatas “bangunan” yang berdiri di atas lahan yang kosong. Dalam upaya memangun keluarga sakinah juga tidak semudah membalikkan telapak tangan, namun butuh sebuah perjuangan yang memerlukan pengorbanan dan kesadaran yang cukup tinggi. Namun demikian semua langkah untuk membangunnya merupakan sesuatu yang dapat diusahakan. Terdapat langkah-langkah standar yang dapat ditempuh untuk membangun sebuah bahtera rumah tangga yang indah dan keluarga sakinah. Upaya dalam merumuskan hakekat keluarga di dalam al-Qur’an mengacu pada pembentukan keluarga sakinah, dapat dilihat dari unsurnya yang terdapat dalam pemaknaan terminologi keluarga itu sendiri. Berikut ini merupakan pilar-pilar yang untuk mewujudkan profil keluarga sakinah Pertama Kemampuan dalam mewujudkan ketenteraman, baik secara ekonomis, biologis maupun psikologis, ini terambil dari makna yang terkandung dalam kata “al-ahl”. Kehidupan keluarga sakinah tidak akan tercipta oleh orang yang tidak memiliki kemampuan itu. Kedua Pergaulan atau sebuah interaksi yang baik al-mu’asyarah bi al-ma’ruf atas dasar cinta dan kasih sayang di antara anggota keluarga, ini terambil dari makna kata yang terkandung dalam kata al-asyīrah. Pergaulan yang baik ini berupa komunikasi dan interaksi perbuatan maupun sikap antar anggota keluarga merupakan perangkat vital dalam mewujudkan ketenteraman, kedamaian dan kesejahteraan. Ketiga Mempunyai kekuatan yang kokoh dalam upaya melindungi anggota keluarga dan menjadi tempat bersandar atau berlindung bagi mereka. Suasana yang nyaman dalam lingkungan keluarga memungkinkan untuk tumbuh kembangnya generasi yang terdidik dan memiliki akhlak yang mulia sebagai penyangga kekuatan suatu bangsa. Keempat Adanya hubungan kekerabatan atau jalinan persaudaraan yang baik dengan kerabat dekat. Ini terambil dari makna yang terkandung dalam zawi al-qurba, za al-qurba, za al-muqarabah dan a al-qurba. Tentunya dalam suatu keluarga tidak dapat hidup sendiri. Oleh karena itu, butuh jalinan yang baik dan harus diwujudkan dengan keluarga dekat maupun lingkungan sosialnya, termasuk dengan tetangga, yang merupakan unsur eksternal di dalam mewujudkan sebuah ketenangan dalam kehidupan rumah tangga. Kelima Proses pembentukan keluarga atau mahligai rumah tangga haruslah melalui proses pernikahan yang sah sesuai dengan ketentuan/ aturan atau syari’at agama, yakni memenuhi syarat dan rukunnya, ini terambil dari makna yang terkandung dalam kata zauj dan nikah. Menurut al-Qur’ān keluarga harus dibangun melalui perkawinan atau pernikahan sebagai aqad perjanjian luhur yang dengannya akan menimbulkan hak dan tanggung jawab. Keenam Di dalam suatu keluarga terdapat pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan status, tugas dan fungsinya Tupoksi sebagai anggota keluarga, yakni sebagai suami-istri Orang Tua dan anak. Masing-masing status di dalam keanggotaan keluarga mempunyai konsekuensi fungsi dan tanggung jawab masing-masing. Oleh karena itu al-Qur’an menyebutkan beragam diksi, seperti kata abb, umm, zurriyah, walad dan ibn atau bint. Terkait dengan makna yang terkandung dalam kata-kata ini pula berimplikasi terhadap anak kewajiban anak kepada orang tua, hak anak terhadap orang tua kewajiban orang tua kepada anak. Kesimpulannya, berdasarkan uraian dan penjelasan mengenai keluarga dalam perspektif al-Qur’an tersebut, patutlah agar kehidupan keluarga menjadi bahan pemikiran yang mendalam bagi setiap insan dan hendaknya dari kehidupan keluarga tersebut dapat ditarik pelajaran berharga sehingga hakikat keluarga itu bisa dimengerti. Al-Qur’ān telah menunjukkan, di samping menjadi salah satu tanda dari sekian banyak tanda-tanda kebesaran Ilahi ayat, kehidupan kekeluargaan juga merupakan pembelajaran bagi setiap manusia. Di samping itu, keluarga sekaligus merupakan nikmat yang harus disyukuri dan dimanfaatkan sebaik mungkin. Keluarga merupakan kelompok terkecil dalam tatanan kehidupan bernegara, ia hanya dibentuk oleh dua orang atau lebih, namun pengaruhnya sangat besar di dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan juga beragama. Analoginya, andaikan negara diibaratkan seperti rumah, maka keluarga adalah asas atau tapaknya. Dalam memperjuangkan sebuah negara, asas inilah yang perlu di bangun terlebih dahulu. Jika asasnya kokoh, akan kokohlah negara yang ditegakkan nanti. Tetapi jika sebaliknya, negara yang dapat ditegakkan itu tidak akan bertahan lama. Sebegitu penting fungsi keluarga dalam kehidupan ini sehingga al-Qur’an pun memberikan gambaran konsep mengenai kelurga tersebut. Islam menempatkan keluarga sebagai institusi paling penting dalam membentuk suatu masyarakat. Keluarga merupakan suatu jalinan hidup bersama antara laki-laki dan perempuan yang diikat dalam suatu ikatan perkawinan dengan “janji setia yang kokoh” mitsaqan ghalizan dan menggambarkan perpaduan kedua belah pihak suami-istri sebagaimana perpaduan kesepakatan di atas landasan satu hati, satu rasa dan satu jiwa. Sudah barang tentu, komitmen hidup bersama tersebut untuk mencari kasih sayang baik dari pasangannya maupun dari orang lain di sekitarnya serta untuk mencari rahmah dari Allah swt. Kesemuanya itu, akan bermuara pada satu tujuan akhir, yaitu untuk memperoleh kebahagiaan, baik kebahagiaan di dunia maupun kebahagiaan di akhirat kelak.
Membinakeluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah memang impian semua pasangan suami istri ketika sudah menikah. Belum lagi, tujuan menikah memang harus didasari ibadah dan bukan hanya melibatkan nafsu sesaat saja. Ketika kita sebagai manusia taat akan perintah Allah, niscaya semua persoalan rumah tangga dapat jalani dengan sebaik mungkin.
SATUJALAN – Dr. Nur Rofiah Bil Uzm? Namanya makin dikenal setelah ia sukses mengadakan Ngaji KGI Kajian Gender Islam yang telah diselenggarakannya di daerah-daerah. Ia berhasil memberikan pemahaman tentang kesetaraan dan isu gender kepada banyak orang melalui program ini. Setelah dunia dilanda pandemik, kegiatan ini berlangsung secara online dan sama sekali tak mengurangi kebermanfaatan akan ilmu yang ia sebarkan. Penulis “Nalar Kritis Muslimah” dan dosen di Perguruan Tinggi Ilmu Quran ini kembali mengadakan webinar berjudul “Landasan Spiritual dalam Pernikahan” pada Kamis, 4 Desember 2020 pukul WIB. Seperti pada kelas-kelas sebelumnya, ia selalu menekankan konsep taqwa. Bahwa ketaqwaan yang mutlak hanya diperuntukkan kepada Allah, adapun ketaatan kita kepada orang, guru, dan pasangan adalah wujud taqwa kepada Allah. Semata-semata semua menuju Allah. Pada webinar tersebut, Bu Nur menjelaskan bahwa manusia bukan hanya diciptakan secara jasmaninya fisik saja, tetapi juga non fisiknya yang justru lebih penting dan substantif. Manusia diciptakan bersamaan dengan jiwa dan akalnya yang harus berkualitas, bernilai spiritual dan intelektual. Maka itulah yang membedakan ia dengan makhluk lainnya. Keduanya yang berfungsi untuk memilah dan memilih. Dalam mewujudkan rumah tangga yang ideal, maka diperlukan standar untuk menentukan pasangan yang ideal. Standar tersebut dilihat dari taqwanya. Taqwa berelasi kuat dengan komitmen untuk berbuat baik kepada makhluk Allah. Dalam hadis Nabi disabdakan عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا ، وَلِحَسَبِهَا ، وَلِجَمَالِهَا ، وَلِدِينِهَا ، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ رواه البخاري ومسلم Dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallaahu alaihi wa sallam bersabda perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikanya, lalu agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, maka engkau akan berbahagia. HR. Bukhari dan Muslim Hadis ini seringkali disalah pahami, narasi tersebut merupakan berita yang menggambarkan kebiasaan manusia dalam memilih perempuan untuk dijadikan pendamping. Padahal kalimat perintahnya ada di akhir, yaitu pilihlah karena ketaatannya pada agama. Akan tetapi tuntutan untuk taat beragama bukan hanya diberikan kepada perempuan, melainkan juga kepada laki-laki. Maka standar pasangan ideal adalah taqwa dan kebermanfaatnya kepada sesama. Seperti pada firman Allah surat al-Hujurat ayat 13 “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” Juga pada sabda Nabi Muhammad yang berbunyi “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni Soal sekufu atau standar juga sebenarnya ada pada taqwa, bukan pada paras. Dan kafaah kapabilitas sebagai suami istri yang ideal adalah proses yang terus dijalani selama berumah tangga. Sehingga masing-masing tidak berhenti untuk belajar dan menuju ideal yang hakiki. Sebab sejatinya kesempurnaan milik Allah semata. Kemudian Bu Nur Rofiah menampilkan 5 pilar perkawinan yang berasaskan Alquran. Kelimanya ialah Pertama, Mitsaqan Ghalidlan, keyakinan bahwa perkawinan adalah janji yang kokoh sehingga tidak mempermainkannya. Hal ini termaktub dalam surat an-Nisa ayat 21. Kedua, Zawaaj, keyakinan bahwa suami dan istri dalam perkawinan adalah berpasangan sehingga saling melengkapi dan bisa bekerja sama untuk kemaslahatan. Ia termaktub dalam surat al-Baqoroh ayat 187 dan ar-Rum ayat 21 Ketiga, Mu’asyarah bil Ma’ruf, suami dan istri saling memperlakukan pasangannya secara bermartabat. Tercantum dalam surat an-Nisa ayat 19. Keempat, Musyawarah, suami dan istri menjadikan musyawarah sebagai cara mengambil keputusan keluarga. Disarikan dari surat al-Baqoroh ayat 233. Kelima, Taradlin, suami dan istri saling menjaga kerelaan pasangannya dalam setiap tindakan. Dikutip dari surat al-Baqoroh ayat 233 juga. Kelima pilar tersebut menjadi landasan kuat dalam mewujudkan pasangan yang sakinah, mawaddah, dan rohmah. Selain mencapai ketiga hal tersebut, rumah tangga juga harus memiliki beberapa relasi agar kemaslahatannya tidak hanya terjadi di dalam rumah saja, tetapi juga di luar. Kelima relasi tersebut adalah marital, relasi antara suami dan istri yang solih dan solihah. Kedua, parental, relasi antara orang tua dengan anak. Ketiga, familial, relasi antara keluarga dengan keluarga besar. Keempat, sosial, relasi antara keluarga dengan masyarakat, negara, dan dunia. Terakhir, ekologi, relasi keluarga dengan lingkungan hidup dan alam. Demikianlah beberapa indikator rumah tangga ideal yang sejatinya merupakan proses sepanjang usia dan dilakukan secara bersama-sama, bukan sepihak. Rumah tangga ideal bukan sesuatu yang bisa dicapai begitu saja lalu selesai. Karena sejatinya hidup adalah sekolah pembelajaran yang begitu luas. */SUMBER
Pertama zawaj (berpasangan). Suami istri harus saling melengkapi dan saling kerjasama. Saling membutuhkan satu sama lain. Sebagaimana dalam Al Qur'an " suami adalah pakaian bagi istri dan istri adalah pakaian bagi suami (QS. Al Baqarah:187). Perkawinan adalah menyatunya jiwa dan raga, tidak jiwa saja, pun tidak raga saja.
1. Pengertian Pernikahan Secara bahasa, arti “nikah” berarti “mengumpulkan, menggabungkan, atau menjodohkan”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ”nikah” diartikan sebagai “perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi atau “pernikahan”. Sedang menurut syari’ah, “nikah” berarti akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya yang menimbulkan hak dan kewajiban Undang-undang Pernikahan RI UUPRI Nomor 1 Tahun 1974, definisi atau pengertian perkawinan atau pernikahan ialah “ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.Pernikahan sama artinya dengan perkawinan. Allah Swt. berfirman “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yang yatim bilamana kamu mengawininya, maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. an-Nisa/43. 2. Tujuan Pernikahan Seseorang yang akan menikah harus memiliki tujuan positif dan mulia untuk membina keluarga sakinah dalam rumah tangga, di antaranya sebagai Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi, Rasulullah saw., bersabda Artinya “Dari Abu Hurairah dari Nabi Muhammad saw., beliau bersabda “wanita dinikahi karena empat hal karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Nikahilah wanita karena agamanya, kalau tidak kamu akan celaka” ¦R. Al-Bukhari dan Muslim.b. Untuk mendapatkan ketenangan hidupAllah Swt. berfirmanوَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَArtinya ”Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah Swt. bagi kaum yang berpikir”. ar-Rμm/3021.c. Untuk membentengi akhlakRasulullah saw. bersabda “Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa shaum, karena shaum itu dapat membentengi dirinya”. ¦R. al-Bukhari dan Muslimd. Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah saw. bersabda“Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah!”. Mendengar sabda Rasulullah saw. para sahabat keheranan dan bertanya “Wahai Rasulullah saw., seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala?” Nabi Muhammad saw. menjawab, “Bagaimana menurut kalian jika mereka para suami bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa? “ Jawab para shahabat, ”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi, “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya di tempat yang halal, mereka akan memperoleh pahala!”. ¦R. Muslim.e. Untuk mendapatkan keturunan yang salehAllah Swt. berfirman“Allah Swt. telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istrimu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah Swt.?”. an- Nahl/1672.f. Untuk menegakkan rumah tangga yang IslamiDalam al-Quran disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya talaq perceraian, jika suami istri sudah tidak sanggup lagi mempertahankan keutuhan rumah tangga. Firman Allah Swt.Talaq yang dapat dirujuki dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah Swt., maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum- hukum Allah Swt., maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah Swt. mereka itulah orang-orang yang dzalim”. al-Baqarah/2229. 3. Hukum Pernikahan Para ulama menyebutkan bahwa nikah diperintahkan karena dapat mewujudkan maslahat, memelihara diri, kehormatan, mendapatkan pahala dan lain-lain. Oleh karena itu, apabila pernikahan justru membawa mudharat maka nikah pun dilarang. Karena itu hukum asal melakukan pernikahan adalah ahli fikih sependapat bahwa hukum pernikahan tidak sama penerapannya kepada semua mukallaf, melainkan disesuaikan dengan kondisi masing-masing, baik dilihat dari kesiapan ekonomi, fisik, mental ataupun akhlak. Karena itu hukum nikah bisa menjadi wajib, sunah, mubah, haram, dan makruh. Penjelasannya sebagai Wajib, yaitu bagi orang yang telah mampu baik fisik, mental, ekonomi maupun akhlak untuk melakukan pernikahan, mempunyai keinginan untuk menikah, dan jika tidak menikah, maka dikhawatirkan akan jatuh pada perbuatan maksiat, maka wajib baginya untuk menikah. Karena menjauhi zina baginya adalah wajib dan cara menjauhi zina adalah dengan Sunnah, yaitu bagi orang yang telah mempunyai keinginan untuk menikah namun tidak dikhawatirkan dirinya akan jatuh kepada maksiat, sekiranya tidak menikah. Dalam kondisi seperti ini seseorang boleh melakukan dan boleh tidak melakukan pernikahan. Tapi melakukan pernikahan adalah lebih baik daripada mengkhususkan diri untuk beribadah sebagai bentuk sikap taat kepada Allah Swt..c. Mubah, bagi yang mampu dan aman dari fitnah, tetapi tidak membutuhkannya atau tidak memiliki syahwat sama sekali seperti orang yang impoten atau lanjut usia, atau yang tidak mampu menafkahi, sedangkan wanitanya rela dengan syarat wanita tersebut harus rasyidah berakal. Juga mubah bagi yang mampu menikah dengan tujuan hanya sekedar untuk memenuhi hajatnya atau bersenang-senang, tanpa ada niat ingin keturunan atau melindungi diri dari yang Haram, yaitu bagi orang yang yakin bahwa dirinya tidak akan mampu melaksanakan kewajiban-kewajiban pernikahan, baik kewajiban yang berkaitan dengan hubungan seksual maupun berkaitan dengan kewajiban-kewajiban lainnya. Pernikahan seperti ini mengandung bahaya bagi wanita yang akan dijadikan istri. Sesuatu yang menimbulkan bahaya dilarang dalam hal ini Imam al-Qurtubi mengatakan, “Jika suami mengatakan bahwa dirinya tidak mampu menafkahi istri atau memberi mahar , dan memenuhi hak-hak istri yang wajib, atau mempunyai suatu penyakit yang menghalanginya untuk melakukan hubungan seksual, maka dia tidak boleh menikahi wanita itu sampai dia menjelaskannya kepada calon istrinya. Demikian juga wajib bagi calon istri menjelaskan kepada calon suami jika dirinya tidak mampu memberikan hak atau mempunyai suatu penyakit yang menghalanginya untuk melakukan hubungan seksual dengannya”.e. Makruh, yaitu bagi seseorang yang mampu menikah tetapi dia khawatir akan menyakiti wanita yang akan dinikahinya, atau menzalimi hak-hak istri dan buruknya pergaulan yang dia miliki dalam memenuhi hak-hak manusia, atau tidak minat terhadap wanita dan tidak mengharapkan keturunan. 4. Mahram Orang yang Tidak Boleh Dinikahi Al-Quran telah menjelaskan tentang orang-orang yang tidak boleh haram dinikahi an-Nisā’ /423-24. Wanita yang haram dinikahi disebut juga mahram nikah. Mahram nikah sebenarnya dapat dilihat dari pihak laki-laki dan dapat dilihat dari pihak wanita. Dalam pembahasan secara umum biasanya yang dibicarakan ialah mahram nikah dari pihak wanita, sebab pihak laki-laki yang biasanya mempunyai kemauan terlebih dahulu untuk mencari jodoh dengan wanita dari kondisinya, mahram terbagi kepada dua; pertama mahram muabbad wanita diharamkan untuk dinikahi selama-lamanya seperti keturunan, satu susuan, mertua perempuan, anak tiri jika ibunya sudah dicampuri, bekas menantu perempuan, dan bekas ibu tiri. Kedua mahram gair muabbad adalah mahram sebab menghimpun dua perempuan yang statusnya bersaudara, misalnya saudara sepersusuan kakak dan adiknya. Hal ini boleh dinikahi tetapi setelah yang satu statusnya sudah bercerai atau meninggal dunia. Yang lain dengan sebab istri orang dan sebab ayat tersebut, mahram dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu sebagai berikut. 5. Rukun dan Syarat Pernikahan Para ahli fikih berbeda pendapat dalam menentukan rukun dan syarat pernikahan. Perbedaan tersebut adalah dalam menempatkan mana yang termasuk syarat dan mana yang termasuk rukun. Jumhur ulama sebagaimana juga mażhab Syafi’i mengemukakan bahwa rukun nikah ada lima seperti di bawah Calon suami, syarat-syaratnya sebagai mahram si wanita, calon suami bukan termasuk yang haram dinikahi karena adanya hubungan nasab atau sepersusuanOrang yang dikehendaki, yakni adanya keridaan dari masing- masing pihak. Dasarnya adalah hadis dari Abu Hurairah yaitu ”Dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sehingga ia diminta izinnya.” ¦R. al- Bukhari dan Muslim.Mu’ayyan beridentitas jelas, harus ada kepastian siapa identitas mempelai laki-laki dengan menyebut nama atau sifatnya yang Calon istri, syaratnya mahram si dari halangan nikah, misalnya, masih dalam masa iddah atau berstatus sebagai istri Wali, yaitu bapak kandung mempelai wanita, penerima wasiat atau kerabat terdekat, dan seterusnya sesuai dengan urutan ashabah wanita tersebut, atau orang bijak dari keluarga wanita, atau pemimpin setempat, Rasulullah saw. bersabda “Tidak ada nikah, kecuali dengan wali.” Umar bin Khattab ra. berkata, “Wanita tidak boleh dinikahi, kecuali atas izin walinya, atau orang bijak dari keluarganya atau seorang pemimpin”.Syarat wali yang dikehendaki, bukan orang yang dibenci,laki-laki, bukan perempuan atau banci,mahram si wanita,baligh, bukan anak-anak,berakal, tidak gila,adil, tidak fasiq,tidak terhalang wali lain,tidak buta,tidak berbeda agama,merdeka, bukan Dua orang Allah Swt. “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kalian”. at-Țalaq/652.Syarat saksi adalah sebagai dua orang, bukan budak, bukan wanita, dan bukan orang boleh merangkap sebagai saksi walaupun memenuhi kualifikasi sebagai dalam keadaan rela dan tidak Sigah Ijab Kabul, yaitu perkataan dari mempelai laki-laki atau wakilnya ketika akad nikah. Syarat shighat adalah sebagai tergantung dengan syarat terikat dengan waktu dengan bahasa menggunakan kata “tazwij” atau “nikah”, tidak boleh dalam bentuk kinayah sindiran, karena kinayah membutuhkan niat sedang niat itu sesuatu yang harus dengan ucapan “Qabiltu nikahaha/tazwijaha” dan boleh didahulukan dari ijab. 6. Pernikahan yang Tidak Sah Di antara pernikahan yang tidak sah dan dilarang oleh Rasulullah saw. adalah sebagai Pernikahan Mut`ah, yaitu pernikahan yang dibatasi untuk jangka waktu tertentu, baik sebentar ataupun lama. Dasarnya adalah hadis berikut “Bahwa Rasulullah saw. melarang pernikahan mut’ah serta daging keledai kampung jinak pada saat Perang Khaibar. HR. Muslim.b. Pernikahan syighar, yaitu pernikahan dengan persyaratan barter tanpa pemberian mahar. Dasarnya adalah hadis berikut. “Sesungguhnya Rasulullah saw. melarang nikah syighar. Adapun nikah syighar yaitu seorang bapak menikahkan seseorang dengan putrinya dengan syarat bahwa seseorang itu harus menikahkan dirinya dengan putrinya, tanpa mahar di antara keduanya.” HR. Muslimc. Pernikahan muhallil, yaitu pernikahan seorang wanita yang telah ditalak tiga oleh suaminya yang karenanya diharamkan untuk rujuk kepadanya, kemudian wanita itu dinikahi laki-laki lain dengan tujuan untuk menghalalkan dinikahi lagi oleh mantan suaminya. Abdullah bin Mas’ud berkata “Rasulullah saw. melaknat muhallil dan muhallal lahu”. HR. at-Tirmiżid. Pernikahan orang yang ihram, yaitu pernikahan orang yang sedang melaksanakan ihram haji atau umrah serta belum memasuki waktu tahallul. Rasulullah saw. bersabda “Orang yang sedang melakukan ihram tidak boleh menikah dan menikahkan.” ¦R. Muslime. Pernikahan dalam masa iddah, yaitu pernikahan di mana seorang laki- laki menikah dengan seorang perempuan yang sedang dalam masa iddah, baik karena perceraian ataupun karena meninggal dunia. Allah Swt. berfirman “Dan janganlah kamu ber’azam bertetap hati untuk beraqad nikah, sebelum habis iddahnya”. al-Baqarah/2235f. Pernikahan tanpa wali, yaitu pernikahan yang dilakukan seorang laki-laki dengan seorang wanita tanpa seizin walinya. Rasulullah saw. bersabda “Tidak ada nikah kecuali dengan wali.”g. Pernikahan dengan wanita kafir selain wanita-wanita ahli kitab, berdasarkan firman Allah Swt. “Dan janganlah kamu menikahi wanita- wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. al-Baqarah/2221h. Menikahi mahram, baik mahram untuk selamanya, mahram karena pernikahan atau karena sepersusuan.
. 4bmv0qh51m.pages.dev/7184bmv0qh51m.pages.dev/3364bmv0qh51m.pages.dev/4804bmv0qh51m.pages.dev/3884bmv0qh51m.pages.dev/4854bmv0qh51m.pages.dev/7854bmv0qh51m.pages.dev/4224bmv0qh51m.pages.dev/5084bmv0qh51m.pages.dev/9524bmv0qh51m.pages.dev/5144bmv0qh51m.pages.dev/4824bmv0qh51m.pages.dev/7174bmv0qh51m.pages.dev/5054bmv0qh51m.pages.dev/6794bmv0qh51m.pages.dev/509
pilar perkawinan kokoh dalam islam